Ramalan menurut pandangan iman Kristen


Umat yang dikasihi Tuhan, biasanya ketika memasuki tahun baru ada satu jenis pekerjaan yang cukup laris didatangi orang. Pekerjaan itu adalah meramal. Di Indonesia, sekalipun beberapa orang sudah berpendidikan cukup tinggi, tetapi tetap saja ada yang datang ke dukun, ke peramal, ke ahli nujum untuk mengetahui peruntungan atau nasibnya di tahun baru. Mulai dari kehidupan asmara, pekerjaan, bisnis, keberuntungan atau kegagalan, bencana, semuanya ingin diketahui.
Lalu, seandainya sudah tahu yang bakal terjadi di masa mendatang, apa yang mau dilakukan? Tentunya manusia ingin agar bisa mengantisipasi hidupnya, supaya hal-hal yang buruk tidak terjadi. Misalnya, kalau seseorang diramalkan tanggal sekian, jam sekian, akan tertabrak mobil, maka sedapat-dapatnya ia tidak keluar rumah pada tanggal dan jam yang sudah diramalkan.
Manusia sendiri dapat dikatakan puncak dari segala ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Manusia diciptakan seturut dengan gambar dan rupa Allah. Berbeda dengan hewan dan tumbuh-tumbuhan, manusia diberi kemampuan berpikir, mencipta, mengantisipasi masa depan. Berkaitan dengan kemampuan manusia untuk mengantisipasi masa depan, melalui pengalaman, pengetahuan, teknologi, manusia berupaya untuk mencegah hal-hal yang buruk yang mungkin akan terjadi.
Memprediksi atau meramal berarti melihat (menduga) keadaan (hal) yang akan terjadi. Artinya, ramalan bisa benar-benar terjadi, tetapi juga bisa tidak terjadi, karena sifat dugaan itu tadi. Misalnya, ramalan cuaca dari BMG yang mengatakan bahwa malam hari akan cerah berawan, tetapi belum tentu apa yang diramalkan akan benar-benar terjadi.
Bagaimana bila orang Kristen pergi kepada peramal untuk melihat peruntungannya di tahun baru? Apa kata Alkitab mengenai hal ini?
Alkitab, terutama kitab Imamat dalam Perjanjian Lama dengan jelas memberi tuntunan kepada umat Tuhan agar mereka jangan berpaling kepada arwah atau roh-roh peramal. Mengapa? Supaya mereka jangan menjadi najis karena mereka (Imamat 19:31). Ganjaran bagi orang yang datang kepada arwah atau roh-roh peramal dan bertanya kepada mereka sangatlah mengerikan, yaitu bahwa Tuhan sendiri akan menentang orang itu dan melenyapkannya dari tengah-tengah bangsanya! (Imamat 20:6). Lebih jelas lagi, kitab Imamat memberikan petunjuk mengenai apa yang harus dilakukan terhadap seorang laki-laki atau perempuan yang dirasuk arwah atau roh peramal, yaitu pastilah mereka dihukum mati, yakni mereka harus dilontari batu dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri (Imamat 20:27).
Allah tidak ingin umat-Nya berpaling kepada roh-roh peramal, dan dengan demikian menjadi najis (cemar). Kepada-Nyalah manusia semestinya memercayakan seluruh hidupnya, dan bukan pada yang lain. Dialah Pencipta kita, dan Ia ingin agar kita sebagai ciptaan-Nya menaruh harap hanya kepada-Nya saja.
Bagaimana dengan kitab-kitab dalam Perjanjian Baru? Apakah Perjanjian Baru juga berbicara mengenai ramal-meramal dan sikap kita terhadapnya? Agaknya Perjanjian Baru tidak secara eksplisit menjelaskannya sebagaimana Perjanjian Lama, namun Injil Matius 6:34 mengatakan,“Janganlah kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari.” Melalui perkataan ini, Tuhan ingin agar kita sebagai umat-Nya dapat menikmati hidup sepenuhnya, dan tidak dikuasai oleh kekuatiran yang menghilangkan damai sejahtera dan kegembiraan dalam hidup.
Lalu, mengapa orang Kristen setiap tahun berkumpul dan mengadakan ibadah di gereja menjelang tutup tahun dan awal tahun? Apakah ada hubungannya dengan ramal-meramal dan kekuatiran hidup?
Menurut kalender gerejawi, gereja sebenarnya tidak memperingati pergantian tahun maupun tahun baru. Hanya saja, agaknya gereja merasa perlu untuk membekali umatnya dengan kebenaran Firman Tuhan, agar umat dapat memasuki tahun yang baru dengan perasaan mantap dan di dalam kebenaran karena tuntutan Tuhan. Sementara itu, tahun yang sebentar lagi akan berlalu dapat menjadi refleksi umat untuk melihat, bahwa melalui pengalaman suka dan duka, keberhasilan dan kegagalan, sehat dan sakit, Tuhan senantiasa menyertai mereka dan membuat iman mereka semakin kokoh.
Di dalam Tuhan, semua hari, tanggal, bulan dan tahun adalah baik. Sebab Dialah yang menciptakan hari-hari dan hidup manusia. Kalau kita diizinkan mengalami musibah, sakit penyakit, kegagalan, janganlah terburu-buru kita menyalahkan Tuhan. Mungkin saja kita mengalami musibah karena kurang berhat-hati atau ceroboh. Kita mengalami sakit karena kurang bijaksana dalam menjaga kesehatan, misalnya makan makanan sembarangan, jarang berolahraga, kurang istirahat, stress berlebihan. Kita mengalami kegagalan karena kurang mempersiapkan diri dengan baik. Memang, ada juga musibah, penyakit dan kegagalan yang disebabkan oleh faktor lingkungan atau orang lain. Terhadap penyebab terakhir ini, kita sebagai orang Kristen mau meneladan sikap Tuhan Yesus yang mau mengampuni mereka yang bersalah seperti yang diajarkan-Nya melalui Doa Bapa Kami, “… dan ampunilah kami akan kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.” (Matius 6:12). Tuhan tidak mau kita kehilangan damai sejahtera dan kegembiraan hidup, hanya karena kita senantiasa menyimpan kesalahan orang lain dan tidak mau mengampuninya.
Hidup manusia itu sendiri terdiri atas tiga bagian, yaitu masa lalu, masa kini, dan masa depan. Tidak seorang pun dapat mengubah masa lalu, tetapi ia dapat memperbaikinya agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali di masa depan. Tidak seorang pun tahu mengenai masa depan, apa yang akan terjadi dengan hidupnya besok, kapan ia mati, dan tidak perlu rasanya mencari tahu mengenai masa depan. Yang perlu dilakukan adalah menjalani hari ini, saat ini, detik ini dengan sebaik-baiknya sebagai anugerah Tuhan, mensyukurinya sambil memercayakan diri bahwa Tuhan tidak akan membiarkan kita sendiri. Ia adalah Imanuel, Allah yang senantiasa beserta umat-Nya baik di kala umat-Nya mengalami kegembiraan maupun kesedihaan, keberhasilan maupun kegagalan, kelahiran maupun kematian.

No comments:

Post a Comment